Skip to main content

My Thought About Self Worth

Sumber gambar:google.com

Hai, apa kabar? Well, di post kali ini aku pengen sedikit menuliskan opiniku soal “self worth”. Self worth, apa sih? Nah, jadi self worth itu kalo diterjemahkan sih artinya harga diri. Tapii disini sebenernya yang ingin aku bahas adalah gimana sih kita menilai diri kita sendiri. Apa aja sih yang perlu kita pertimbangkan untuk kita bisa menilai bahwa sebenernya every of us has our own value. Kita itu berharga, cuma kadang kita yang ngga terlalu percaya sama diri sendiri sehingga melupakan beberapa hal yang penting. Hmm, kenapa sih tiba-tiba ngebahas ini? Tidak ada alasan khusus kenapa aku ngebahas soal ini. WARNING! Apa yang aku tulis disini bukan berdasarkan dari research manapun ya, ini murni opini pribadi aja. No offense, kalo kalian ngga setuju ngga masalah kok, justru kalian bisa tulis opini kalian di komentar, oke? Because I also need other insights about this thing. Kan lebih baik kita melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang, bukan? Nah, sebenarnya, awal mula kenapa jadi ingin nulis soal ini adalah beberapa waktu lalu beberapa orang menceritakan beberapa hal ke aku dimana itu sangat berhubungan dengan bagaimana mereka menilai diri mereka sendiri. Ternyata, tidak semua orang bisa benar-benar mencintai apa yang ada pada diri mereka. But it’s normal, isn’t it? Karena kita sebagai manusia pasti punya kekurangan. Pasti ada hal-hal yang ngga kita sukai dari diri sendiri. Btw, I don’t talk about them, but I talk about we as human. Bukan cuma mereka kok, ada juga beberapa hal yang ngga kusukai dari diriku sendiri. But I think it’s normal since I still can’t remove it from myself.
Oke, lanjut. Sekali lagi ini hanya opini pribadi yaa. Hmm mungkin lain kali aku akan cari beberapa referensi soal ini, but not now. Menurutku, self worth itu ngga hanya diukur dari prestasi, entah itu akademik atau nonakademik. Ada beberapa hal yang menurutku juga perlu dipertimbangkan daripada prestasi. Misalnya kayak our personality, how we treat others, how  our perspectives are, how we being true to ourself, and many other things perhaps. Nah, meskipun banyak hal yang bisa dinilai, but sometimes we fell to a trap where we just value ourself by our achievement. Kalau kita menilai diri kita hanya dari kesuksesan, kalau ternyata apa yang kita harapkan ngga sesuai dengan ekspektasi kita, yang ada justru malah seringkali kita menyalahkan diri sendiri, ya nggak sih?
“Ah apasih kan gue udah belajar 24 jam malah remed”, “Dia bisa keren gitu, aku mah gaada apa-apanya”, “Yah segini doang”, “Yah ngeselin ah dosennya kok cuma ….”, “kalo gitu mending gue ga belajar kan ya”, dan lain-lain.
Nah makanya kalau bisa sih jangan hanya menilai diri sendiri based on our achievement, karena seringkali kita punya ekspektasi yang tinggi terhadap diri sendiri, kita seringkali lupa kalau setiap orang punya batas masing-masing. Eh, bukan berarti kita ngga boleh berekspektasi atau memiliki keinginan yang tinggi terhadap diri sendiri loh ya. Boleh kok! Cita-cita kan harus tinggi, tapii jangan lupa ada yang lebih tinggi dari cita-cita. Siapa? Allah. Dia yang berhak nentuin apa yang akan kita dapat. Boleh punya ekspektasi, tapi ya harus siap dengan segala kemungkinannya. Namanya juga “ekspektasi”, belum tentu terjadi kan? Kalau terjadi alhamdulillah, kalau engga wajar kok sedih, marah, kecewa, tapi jangan kelamaan. We still have many things to do, move on please. Iya, move on itu susah, aku tau juga kok. Tapi masa mau terus-terusan diem disitu without making any other progress? Engga juga kan, justru kalo terus-terusan dipikirin malah bikin pusing dan semakin terpuruk. Yang berlalu biarlah berlalu, sudah terjadi ngga bisa diubah lagi, tapi kita bisa merencanakan hal lain untuk memperbaiki yang sudah terjadi.
Oke, next. Sekarang soal beberapa hal yang menurutku perlu dipertimbangkan untuk mengukur value kita. Hmm disini mau sharing aja sih sebenernya value apasih yang aku inginkan? Atau apa yang menjadi tolok ukur bahwa aku itu juga punya value? Nah, jadi begini ehehe. Kita kan ngga bisa memuaskan semua pihak, ngga bisa memuaskan semua orang. Sekeras apapun kita berusaha, pasti ada aja yang ngga suka dengan apa yang kita lakukan. Bener ngga? Nah, dari sini aku jadi berpikir, karena ngga mungkin rasanya “aku”, orang yang typically biasa aja untuk memuaskan semua pihak, aku malah berpikir bahwa aku ingin punya value di orang-orang yang dekat denganku, orang-orang yang aku sayangi, such as my family and some of my friends. Aku pernah baca kalimat yang intinya kaya gini, “your self worth isn’t only based on your achievement, but you have value based on any other aspects of yourself”. 
Dan menurutku kalimat itu benar banget. Tanpa kita sadari, sebenarnya kita punya value di mata orang lain, tapi kita yang ngga merasa kalo kita punya value karena terjebak dengan stereotipe bahwa value kita diukur dari prestasi yang diperoleh. Padahal kita ngga cuma dinilai dari situ aja. Our value can be measured by our productivity, how kind or caring we are, or our atittude in the relationship, our perspective, or whatever makes us satisfy of our life. Jadi, jangan pernah berpikir kalau pencapaian atau kemampuan kita kurang dari orang lain artinya we don’t have any value. You are wrong! Kita semua punya value. Mungkin sering melakukan introspeksi masing-masing (eh apa aku lupa nama metodenya maap hehe) dengan orang-orang yang dekat dengan kita bisa membantu kita menyadari kalau sebenernya kita ngga seburuk itu, ngga seburuk apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri. Aku sendiri justru bodo amat dengan apa yang ada di pikiran orang-orang yang ngga mengenal aku terlalu dalam. Tapi, aku pengen banget orang-orang yang aku sayangi, orang-orang yang dekat denganku menganggapku bernilai. Ya, seringkali negative thinking itu muncul juga, kaya “kan udah sedekat ini ya, tapi sebenernya apakah emang udah sedekat ini atau hanya luarnya aja keliatan dekat? Apa aku nyebelin? Apa aku malah keliatan terlalu sok care? Apa aku keseringan ngegas?”. Karena menurutku aku lumayan care dengan orang-orang yang aku anggap dekat, tapi apakah mereka menganggap hal yang sama atau malah sebaliknya? Ngga tau juga kan, makanya sering-sering nanya apasih yang disuka dan ngga disukai dari aku? Eh tapi jangan sering-sering juga sih nanti malah dikira ngga percayaan hehe. Well, intinya percaya diri. Jangan kepedean juga, tapi percayalah kalau self worth kalian ngga cuma diukur dari achievement yang bisa dilihat orang. Kalian itu berharga dimata orang lain, percayalah.
Nah, akhirnya selesai juga ceritanya ehe, maaf ya panjang. Sebenarnya cuma ingin mengeluarkan apa yang ada di pikiranku aja. For the last time I say, this is just my opinion, you can take it or not. If you disagree with me share your opinion, please. Jangan terlalu dimasukin hati juga kalo emang ada yang menurut kalian “apasih kok gini! Ya nggak lah bla bla bla”. Maaf kalo penulis masih banyak salahnya, ngejelasinnya masih muter-muter juga kaya komidi putar, gajelas hehe. Yah namanya juga belajar kan. Oke, kalo gitu sampai ketemu di kerandoman pikiranku yang selanjutnya wkwk karena sepertinya aku cuma nulis ketika memang ada topik random yang terus berputar-putar di kepalaku. See you, guys!

Comments

Popular posts from this blog

Nebula

Nebula by Tere Liye My rating: 5 of 5 stars Aku selalu menyakini, semakin gelap sesuatu—karena kegelapan menyelimutinya—maka sejatinya, hanya soal waktu cahaya terang menyinarinya. Cukup selarik cahaya kecil, kegelapan itu mulai pudar. Dan sebaliknya, semakin terang sesuatu, juga akan semakin gelap bayangan yang terbentuk. (Bibi Gill) "Nebula" adalah buku kesembilan dari serial Bumi. Buku ini melanjutkan kisah miss Selena bersama kedua sahabatnya di buku sebelumnya, SELENA. Tidak sampai 24 jam aku membaca habis buku ini. Rasanya, campur aduk. Tere Liye mampu membawa pembacanya merasakan emosi-emosi para tokoh di dalam cerita, senang, sedih, bahagia, marah, dan perasaan-perasaan lainnya bercampur aduk menjadi satu. Susah mendeskripsikannya. Bahkan ada bagian dimana aku ikut menangis membaca cerita ini.  Masih sama dengan buku sebelumnya, buku ini menuliskan kisah berdasarkan sudut pandang miss Selena. Ali, Raib, dan Seli hanya muncul sebagai tokoh sampingan. Mas

The Silent Patient by Alex Michaelides

  The Silent Patient by Alex Michaelides My rating: 4.5 of 5 stars A few days ago I read a book by Alex Michaelides entitled The Silent Patient which genre was psychological thriller. When I was reading this book I thought it's easy to know who the antagonist was, but I was totally wrong. The plot twist was indeed incredible! For some reasons, this book now becomes my second favorite book after A Study in Scarlet by Arthur Conan Doyle. At first I had no plans to read The Silent Patient, but I inadvertently found it in one of my friend's instagram story. Then I decided to read it as I had nothing to do LOL. This is the first novel about psychology that I read so I've no idea whether I'm gonna like it or not. But surprisingly this book will indeed make you can't sleep because it's vey compelling. Some people who really love mystery and have read many mystery books may be easily guess the end of the story but still this book is worth to read. Not only about myste

Dan Dunia itu Telah Runtuh

Saat itu akupun tersadar, ah memang semua yang ada di dunia ini hanyalah milik Allah dan akan kembali kepadaNya.      Satu hari, dua hari, hingga lebih dari satu minggu telah berlalu. Hari itu Jumat, 21 Oktober 2023 seseorang yang sangat sangat sangat berarti untukku telah pergi untuk selamanya. Mengapa aku menuliskan kata 'sangat' sebanyak tiga kali? Ya, karena memang seperti itulah sosok ibu untukku, bahkan tiga kalipun tidak bisa mewakili seberapa berarti dia untukku. Kehilangan bukanlah kata yang baru saja aku kenal, bukan juga sesuatu yang mengagetkan, tapi kali ini berbeda. 25 tahun menjalani kehidupan di dunia ini, siapa lagi orang yang selalu ada dalam suka maupun duka? Ibu. Hubungan kami memang bukanlah suatu hubungan yang sempurna, tidak jarang juga eyel eyelan (apa ya bahasa indonesianya haha), tapi tentu saja per-eyel eyelan itu tidak berjalan lama. Hanya beberapa saat saja dan kami akan berbaikan hanya dengan 'yuk cari es campur'.           Kalau ditanya, a