Tahun 2023 bukanlah tahun yang mudah buatku. Banyak hal yang terjadi, bisa dibilang lebih banyak hadehhhnya daripada alhamdulillahnya. Tapi, apakah aku harus terus menerus terpuruk dalam kesedihan? Tentu saja tidak. Apa kata ibuk disana kalau aku masih saja begitu? Ah, ya tulisan kali ini bukan ingin menggalau seperti beberapa tulisan sebelumnya, tapi sesuai judulnya 'catatan perjalanan', tulisan kali ini memang akan berisi catatan dari perjalanan yang sudah aku lakukan.
Hampir di penghujung tahun 2023, terbesit di kepala 'wah gimana ya kalau akhir tahun liburan entah kemana'.Di saat yang bersamaan, seorang sahabat mengusulkan rencana untuk berlibur ke Makassar, ibukota Sulawesi Selatan. Mengapa Makassar? Tidak lain dan tidak bukan karena harga tiket yang paling murah. Kami berangkat dari 2 kota berbeda di pulau yang berbeda pula, sehingga sudah pastilah kami mencari 'titik tengah' untuk bertemu.
Kami berdua yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah Sulawesi bingung juga mau kemana setelah sampai di Makassar. Akhirnya, berujung kami bertanya ke salah satu teman yang memang orang Sulsel. Ternyata teman kami ini merencanakan sebuah liburan akhir tahun ke Bulukumba dan dia menawarkan kami untuk bergabung. Setelah berpikir-pikir dan merencanakan ini dan itu, baiklah sepertinya bisa bergabung. Tetapiiii, eh ternyata sahabat aku yang satu ini tidak diperbolehkan cuti akhir tahun. Nah loh hiks sedih sekali bukan. Baiklah dengan demikian pergilah aku, temanku yang lain, dan teman dari teman teman aku yang lain. Perjalananpun dimulai.
Samarinda - Makassar, 29 Desember 2023
Hari ini adalah hari H perjalanan menjelajahi negeri Indonesia. Rencananya, aku akan pergi ke Makassar dan bertemu teman-teman yang lain keesokan harinya saat akan pergi ke Bulukumba. Sekitar pukul 2 siang tibalah aku di Makassar. Perjalanan dari bandara menuju hotel menempuh waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan taksi bandara atau mobil online. Pilihanku waktu itu jatuh kepada taksi bandara. Selama di perjalanan, bapak sopir sempat beberapa kali mengajakku mengobrol, tapiii tahukah kalian? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dia katakan hiks. Logat yang berbeda, pengucapan yang terlalu cepat, dan entah sepertinya ia mencampurkan bahasa daerah ketika berbicara, alhasil aku hanya iya iya saja ketika diajak berbicara. Sempat aku lihat ekspresi si bapak melalui cermin dan sepertinya dia bingung kenapa ni orang cuma iya iya aja, padahal harusnya bukan itu jawaban yang seharusnya aku berikan. Yasudahlah yaaa. Dan akhirnya sampailah di Hotel Aerotel Smile Makassar.
Singkat cerita, karena aku hanya singgah saja di Makassar selama 1 malam, tidak afdol rasanya kalau belum mencoba makanan khas Sulawesi: pallubasa dan es pisang ijo. Bermodalkan google maps dan review pengguna, aku memutuskan untuk mencoba es pisang ijo di warung bravo dan palubasa serigala. Lepas sholat Ashar aku berangkat menuju warung es pisang yang 'katanya' enak. Disana aku mencoba menu es pisang ijo dan otak-otak. Dan ternyataa benar benar enak! Tidak salah memang mengikuti review google maps.
Ini adalah es pisang ijo yang kemarin aku coba. Menarik bukan?
Aku tidak mengira porsi es pisang ijo seharga 25.000 itu akan banyak dan mengenyangkan. Tadinya aku mau langsung ke pallubasa serigala setelah mencoba es pisang ijo, tapi uhmm tentu saja tidak mungkin. Akhirnya, aku memutuskan untuk menikmati senja sambil melihat sunset di Pantai Losari. Tapiii lagi lagi ada saja cerita perjalanan kali ini. Sore itu langit mendung dan menjelang maghrib hujan pun turun. Tidak deras, tapi ya langit menjadi kelabu dan sunset pun tidak terlihat jelas. Meskipun begitu, langit Makassar masih begitu indah. Waktu hujan agak mulai reda, dan aku memutuskan untuk menunggu waktu maghrib di Masjid Terapung, terlihat dengan jelas matahari yang berwarna merah tampak mulai menuruni cakrawala dan bersiap untuk tenggelam. Hanya saja warna langit tidak berubah jingga karena tertutup awan.
Malam pun tiba. Usai sholat maghrib, aku kembali ke hotel, mandi dan bersiap untuk pergi mencoba pallubasa. Ternyata salah satu teman sudah sampai di Makassar dan kami pergi berdua. Pallubasa, tampilannya mirip dengan coto namun rasanya berbeda. Lebih light, dan lebih cocok di lidah. Juara! Pallubasa serigala memang betul-betul recommended! Kuliner ini patut menjadi kuliner yang wajib dicoba ketika mengunjungi Kota Makassar. Kuah dan porsinya pas untuk dinikmati. Buat yang bisa makan telur mentah (kuningnya saja sih) bisa menjadikan kuning telur mentah ini sebagai topping di hidangan pallubasanya (tidak aneh kok rasanya, dan sepertinya si telur agak menjadi matang karena kuahnya panas haha). Bisa dilihat di foto dibawah betapa menggiurkannya pallubasa serigala ini.
Dan hari pertama berakhir sampai disini.
Makassar - Bulukumba, 30 Desember 2023
Hari itu matahari masih juga tidak ingin menampakkan dirinya, bersembunyi di balik kelabu lalu sang kelabu menitikkan air hujan. Pukul 10.30 rombongan teman dari Kab Barru tiba di Makassar dan kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama kami, Bulukumba.
Perjalanan menuju Bulukumba juga mengasikkan. Kami melalui jalan yang bersebelahan dengan laut. Tidak kalah cantik dengan di Bali loh! Kalau kalian pernah ke Bali dan melewati jalan tol yang bersebelahan dengan laut, di Sulawesi Selatan pun ada juga yang seperti itu. Justru ini lebih indah lagi karena di satu sisi ada laut yang masih sangat jernih, dan di sisi lain terdapat perbukitan.
Beberapa jam berlalu, kami merasa lapar. Kalau tidak salah kami berada di Kab Takalar entah lupa juga namanya. Kami membuka navigasi google maps untuk mencari rest area atau restoran terdekat, namun nihil. Ada beberapa opsi tempat makan yang kami temukan di google maps tapi tidak satupun yang kami temukan tempatnya. Ada juga yang ternyata masih dalam proses pembangunan. Di sepanjang perjalanan terdapat banyak warung coto kuda namun sepertinya tempatnya agak kurang proper jadi kami tidak mampir. Setelah beberapa kilometer kami menemukan tempat makan dan disanalah kami singgah selama 1 jam sambil melepas lelah. Di sekitar restoran terdapat tambak garam dan terlihat laut lepas di sekitar tambak. Meskipun gersang tapi pemandangannya menarik juga (ya karena belum pernah lihat tambak garam yang dibuat langsung dengan mengendapkan air laut). Selain tambak garam, banyak juga sawah yang berbatasan langsung dengan pantai. Sawah di pesisir pantai.
Kembali ke topik 'makan'. Restoran ini menjual berbagai macam makanan, seperti ikan, seafood, dan ayam. Memang benar kata orang jangan berekspektasi terlalu tinggi atau kamu akan kecewa. Saat melihat menu, terdapat cumi asam manis dan ekspektasi kami sepertinya terlalu tinggi, membayangkan cumi yang dibalut bumbu asam manis yang lezat. Ketika menu tersebut datang, malah membuat kami serentak terkejut. Cumi yang kami pikir tidak dibalut tepung, justru dibalut tepung dan porsinya sangat sedikit astagaa. Bumbu asam manisnya pun agak kurang ya menurutku. Tapi, namanya orang kelaparan, yasudah kami babat habis cumi itu (kek apa aja bahasanya babat habis ckck).
Selesai makan kami melanjutkan perjalanan untuk sholat ashar di masjid raya Bulukumba. Jarak restoran dan masjid sejauh kurang lebih 40km. Masjid megah yang berada di pusat kota Bulukumba, di sekitar halaman masjid ada beberapa penjual pentol dan makanan ringan lainnya. Sekitar 45 menit kami habiskan untuk sholat dan sekedar foto-foto di masjid.
Waktu menunjukkan pukul 16.30. Sebenarnya kami inigin cepat sampai sebelum gelap karena ingin menikmati dulu sunset di Pantai Bira, tapi di perjalanan kali ini ada saja yang tidak sesuai rencana. Kami memang sudah masuk pusat kota Bulukumba, tapi bukan berarti tujuan akhir sudah dekat. Masih perlu waktu sekitar 1 jam untuk sampai di villa kami yang berada di pesisir pantai Panrang Luhu. Loh kenapa jauh sekali? Iya, vila kami berada di pesisir pantai dan menghadap langsung ke laut, jadi ya tentu saja jauh. Baik, biar aku ceritakan kendala-kendala yang menyebabkan perjalanan tidak sesuai rencana, lain kali kalian juga ingin pergi ke Bulukumba, jangan sampai kejadian seperti ini lagi ya.
Kami memiliki rencana lain yaitu nge grill di malam hari. Tapi terlalu jauh bukan kalau harus membawa daging dari Makassar? Jadilah kami mencari penjual frozen food di sekitar Bulukumba di perjalanan menuju Bira setelah ibadah di masjid. Bermodalkan google maps, bukannya langsung mendapat yang dicari, kami malah nyasar beberapa kali. Kami mengikuti navigasi namun ketika sampai ternyata mereka tidak menjual daging, yang dijual hanya suki. Di percobaan ketiga kami akhirnya menemukan minimarket yang menjual frozen food (daging barbeque, dll). Namun, lokasi minimarket ini cukup jauh, kami harus kembali ke pusat kota untuk mendapatkan frozen food. Kami sampai di Lestari Frozen Food pada sekitar pukul 17.30 WITA. Minimarket ini menjual perlengkapan bakar-bakar yang cukup lengkap: ada daging, bumbu barbeque, selada, dll. Lepas membeli berbagai keperluan untuk makan malam, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju vila dan mengurungkan niat untuk ke pantai karena hari sudah gelap.
Pukul 21.00 kami sudah selesai bersih-bersih dan waktunya grill! Manusia-manusia yang kelaparan ini mulai membakar daging yang sudah dibeli tadi, merebus suki, dan melahapnya. Selesai makan kami beristirahat menyimpan energi untuk keesokan harinya. Dan liburan benar-benar dimulai!
Comments
Post a Comment