sumber gambar: https://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ilustrasi-stress.jpg
Seperti yang kita ketahui, saat ini seluruh dunia sedang menghadapi sebuah pandemi, yaitu pandemi corona. Eh, kenapa disebut pandemi? Kenapa bukan epidemi, atau endemi? Sebelum melangkah lebih jauh, coba kita pahami dulu apa perbedaan istilah pandemi, epidemi, dan endemi. Dilansir dari itjen.kemdikbud.co.id, dr. Novrina W. Resti menjelaskan perbedaan ketiga istilah tersebut. Endemi adalah penyakit yang berjangkit di suatu daerah atau pada golongan masyarakat, dimana keadaan atau kemunculannya konstan atau penyakit tersebut biasa ada di dalam suatu populasi atau area geografis tertentu. Contohnya, demam berdarah dengue (DBD). Epidemi adalah penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban dengan peningkatan angka penyakit di atas normal yang biasanya terjadi secara tiba-tiba pada populasi suatu di area geografis tertentu. Misalnya, virus ebola yang terjadi di Kongo dan flu burung yang terjadi di Indonesia. Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas. Pandemi merupakan epidemi yang menyebar hampir di seluruh negara atau benua, biasanya mengenai banyak orang. Misalnya, virus corona atau covid-19.
Nah, sekarang lanjut kita bahas tentang virus corona atau Covid-19. Virus corona atau SARS-CoV-2 merupakan virus yang menyebabkan penyakit Covid-19. Virus ini pertama kali ditemukan di dalam tubuh kelelawar di Wuhan, China, yang kemudian menular antar manusia.
Virus corona bahaya tidak sih?Virus ini menjadi bahaya karena penularan antar manusia yang terjadi sangat cepat. Dilansir dari halodoc.com, dikatakan bahwa dibandingkan dengan para pendahulunya, yaitu SARS dan MERS, Covid-19 memiliki tingkat kematian yang paling rendah. Eh, tapi jangan pernah meremehkan penyakit ini! Penyakit ini bisa menyebabkan pneumonia yang berujung pada kematian. Dilansir dari kompas.com, disebutkan bahwa para ilmuwan China menemukan adanya mutasi virus corona. Tapi, belum diketahui secara pasti jenis mana yang ada di Indonesia. Para ilmuwan di seluruh dunia sedang bekerja keras untuk mengetahui jenis-jenis virus corona yang ada saat ini dan membuat vaksin untuk mengatasinya.
Seperti apa sih dampaknya terhadap kesehatan mental?Bagi sebagian orang kebijakan social distancing memberikan efek emosional yang besar bagi dirinya. Bagaimana tidak, kebijakan ini menimbulkan jarak emosional antar keluarga, sahabat, teman, pacar, dan umat beribadah yang biasanya selalu memberikan dukungan. Jika tekanan tersebut tidak dikendalikan dengan baik, maka dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan mental, seperti cemas berlebihan, depresi, atau stress. Stress tidak hanya berdampak pada emosional saja, tapi juga bisa mempengaruhi fisik seseorang, misalnya merasa pusing, mual, jantung berdebar. Hal ini disebut dengan psikosomatis, yaitu kondisi yang menyebabkan rasa sakit dan masalah pada fungsi tubuh, walaupun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Rasa sakit ini dihasilkan karena meningkatnya impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh.
Selain itu, maraknya hoax atau pemberitaan palsu tentang virus corona juga dapat memicu kecemasan berlebihan yang justru dapat menurunkan sistem imun. Dilansir dari uns.ac.id, Rini yang merupakan psikolog RS UNS mengatakan bahwa kecemasan berlebihan dapat menimbulkan gejala obsesif compulsif, yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya merasa harus melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang, dimana apabila tidak dilakukan, individu tersebut akan diliputi kecemasan atau ketakutan.
Jadi, kita harus bagaimana dalam menghadapi virus corona? Panik? Cemas? Atau biasa saja?Tidak panik dan cemas berlebihan tentunya menjadi kunci dalam menghadapi pandemi ini. Membentuk kebiasaan baru bisa dilakukan untuk mengisi waktu agar tidak cepat bosan, misalnya berkebun, belajar melalui video online, membentuk hobi baru, dan lain-lain. Selain itu, jangan terlalu banyak membaca berita tentang corona. Dilansir dari news.usc.edu, Sheila Teresa Murphy, associate professor of communication di USC Annenberg School for Communication and Journalism mengatakan bahwa:
“The vast majority of people will only ever experience coronavirus through the news media — few of us will actually contract the virus. So while the 24/7 media coverage may make it seem like the disease is omnipresent, we need to remember that it isn’t omnipresent in our lives.
“Research shows that our perceptions of the frequency of negative events, like contracting the virus, are heavily influenced by what we see and read in the news.”
Berpikiran positif bahwa pandemi ini dapat diatasi, misal dengan kenyataan bahwa jumlah yang sembuh lebih banyak dari yang meninggal. Tapi, terlalu berpikir positif juga tidak terlalu baik untuk dilakukan. Apalagi sampai melakukan “denial” terhadap pandemi corona. dr Jiemi Ardian mengatakan bahwa kecemasan diperlukan dalam dosis yang sesuai agar kita tidak meremehkan corona untuk menghilangkan rasa takut. Kecemasan adalah hal yang wajar, asalkan tidak berlebihan.
Nah, berikut beberapa tips untuk mengelola informasi yang kita serap untuk me-manage stress akibat covid-19:
· Jangan hanya menonton tv terkait virus corona
· Bacalah berita dari sumber yang terpercaya
· Pertimbangan berita yang didapatkan dari media sosial
· Komunikasi dengan teman masih bisa dilakukan melalui videocall atau telepon
· Komunikasikan dengan orang lain apabila merasa lelah dan mulai bosan
Let’s fight agains corona virus and keep our body healthy! J
Rujukan:
Adrian, d. K. (2015, Oktober 6). ALODOKTER. Retrieved April 24, 2020, from Gangguan Psikosomatis, Ketika Pikiran Menyebabkan Penyakit Fisik: https://www.alodokter.com/gangguan-psikosomatis-ketika-pikiran-menyebabkan-penyakit-fisik
Marianti, d. (2020, Maret 27). Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Virus Corona. Retrieved April 24, 2020, from ALODOKTER: https://www.alodokter.com/menjaga-kesehatan-mental-saat-pandemi-virus-corona
Nursastri, S. A. (2020, April 24). Virus Corona Terus Bermutasi, Jenis Apa yang Ada di Indonesia? Retrieved April 24, 2020, from kompas.com: https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/24/080300323/virus-corona-terus-bermutasi-jenis-apa-yang-ada-di-indonesia-?page=1
Polakovic, G. (2020, Maret 31). To manage COVID-19 stress, develop healthy new habits and consume news in moderation. Retrieved April 24, 2020, from USCNews: https://news.usc.edu/167512/covid-19-stress-coping-healthy-habits-usc-social-science-experts/
Resti, d. N. (2020, Maret 26). MEMAHAMI ISTILAH ENDEMI, EPIDEMI, DAN PANDEMI. Retrieved April 24, 2020, from ITJEN KEMENDIKBUD: https://itjen.kemdikbud.go.id/public/post/detail/memahami-istilah-endemi-epidemi-dan-pandemi
Rizal, d. F. (2020, Februari 14). COVID-19, SARS, atau MERS, Mana yang Paling Berbahaya? Retrieved April 24, 2020, from Halodoc: https://www.halodoc.com/covid-19-sars-atau-mers-mana-paling-berbahaya
UNS, H. (2020, Maret 19). Dampak Covid-19 Menurut Psikolog UNS. Retrieved April 24, 2020, from https://uns.ac.id/id/uns-update/dampak-covid-19-menurut-psikolog-uns.html
Comments
Post a Comment