Skip to main content

Sebuah Fase

   

 

S

atu tahun lebih telah berlalu, dan tak ku sangka aku mampu. Aku tidak mengira malam-malam kelabu itu akhirnya berlalu dan kini semua kembali normal. Tapi, sejujurnya aku pun tidak yakin apakah kini memang benar-benar sudah menjalani hidup yang normal dan kembali menjadi diriku yang dahulu?

    Beberapa lama rasanya seperti kehilangan diri sendiri. Aku pikir merelakan itu mudah, karena aku pun tahu bahwa rela atau ikhlas itu memang sesuatu yang seharusnya aku lakukan dan semua kejadian yang terjadi adalah atas kehendakNya. Tapi, apa iya semudah itu? Ternyata tidak. Ada beberapa fase yang ternyata berlalu selama 1 tahun terakhir di hidupku. Dan aku rasa aku sudah bisa menceritakan semuanya sekarang. 

    Jika boleh jujur, awalnya aku tidak merasakan apapun. Disaat yang lain berlinang air mata, aku hanya terdiam menatap rumah terakhir ibuk disana. Aku hanya berkata lirih, "semoga tenang" kemudian kembali terdiam dan menatap di kejauhan. Jauh di depanku tertanam puluhan pohon bambu dan pepohonan lainnya. Diantara pohon bambu dan dedaunan yang tertiup angin siang itu, aku melihat luasnya langit, aku duduk diantara orang-orang yang datang dan memanjatkan doa. Di sebelahku, beberapa orang berusaha menguatkan. "Gak opo fi, sing sabar", begitu katanya. Ya, aku tidak apa-apa. Ya, aku sabar. Begitu kataku terus di dalam hati dan tidak lama setelahnya, kerumunan orang pun mulai pudar. Dan aku juga kembali pulang. 

Hari-hari berlalu begitu saja. Bertemu dengan orang-orang yang datang ke rumah mengantarkan bela sungkawa, membawa bahan makanan untuk tujuh harian (sepertinya adat Jawa untuk mendoakan orang yang sudah meninggal), dan orang-orang yang rewang, membantu memasak hidangan untuk tamu yang datang. Saat itupun aku masih merasa biasa saja. Aku tahu saat ini ibuku benar-benar sudah pergi, namun tidak terlalu terasa karena keramaian di sekitarku. Bangun pagi, mengurusi kucing-kucingku, bercengkerama dengan ibu-ibu yang datang, dan melakukan berbagai hal lain. Setelah aku pikirkan kembali, entah memang aku tidak merasakannya atau aku yang menolak untuk percaya dengan kejadian yang sebenarnya dan menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan. 

Tujuh hari pun terlewati, aku memutuskan kembali ke rutinitas–bekerja. Di hari kedelapan aku terbang kembali ke Kota Samarinda. Aku mulai merasa kesepian dan kehilangan dengan berdiam diri saja di rumah, aku pikir semua akan baik-baik saja jika aku pergi dan menyibukkan diri. Tetapi ternyata bukan itu yang terjadi. Satu minggu di kantor aku hanya berhasil menyelesaikan satu buah surat (itupun karena diminta), sisanya hanya scroll mouse dengan pikiran yang melayang kemana-mana. Pikiranku kalut. Aku bingung. Jujur, aku bingung dengan yang ku rasakan. Apakah aku marah, sedih, kecewa, atau apa? Dan sebenarnya, kepada siapa perasaan itu tertuju? Dan disitulah aku memasuki fase selanjutnya dari kehilangan. 

Aku kesal kepada Sang Pencipta. Berkali-kali pertanyaan itu muncul menghantui, kenapa harus aku? Kenapa secepat ini? Sang Pencipta pun tahu keinginanku untuk mewujudkan keinginan ibu setelah akhirnya aku cukup mampu. Tapi, keinginanku tidak terwujud. Aullllllllllll. 😭😭😭. Insyallah ibu sdh gak sakit lagi. Dibawa baca yasin terus Aul. Gak akan ada yg bisa nguatin dan buat ikhlas  selain mendekatkan diri sama Allah. Begitu katanya. Dan aku percaya, hanya Allah yang bisa menguatkan segalanya. Tapi, hatiku ragu dan aku masih kesal dengan kejadian itu. Aku berusaha mendekatkan diri, tapi nyatanya aku malah menjauh. Dan semakin jauh, aku semakin seperti kehilangan arah. 

Waktu pun terus berlalu, dan aku, ya masih begitu-begitu saja. Hari-hari terasa hambar, seperti ada lubang besar di dalam dada. Sore itu aku duduk melamun sambil menatap keluar jendela rumah. Jendela yang menghadap ke ufuk barat itu menampakkan burung-burung yang mulai terbang kembali ke sarangnya, dan langit yang mulai berubah menjadi gelap. Tanpa sengaja, entah datangnya darimana, ketika aku membuka sosial media, ayat itu melintas.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. 

Saat itu aku tersadar, aku terlalu jauh dari Sang Pencipta. Apakah ini cara-Nya mengingatkanku untuk kembali? Selama ini seringkali aku merasa tidak tenang, seperti ada yang kurang dan hilang. Sekali lagi aku tersadar, sudah saatnya mengikhlaskan, sudah saatnya kembali ke jalanNya. Aku mencoba memperbaiki ibadahku, memperbaiki hubunganku dengan Sang Pencipta. Aku merasa aku bukanlah seseorang yang sangat baik agamanya, aku masih jauh dari kata baik, namun aku masih sangat yakin bahwa Allah akan memaafkan hambanya yang benar-benar memohon maaf. 

Ternyata selama ini aku lupa meminta pertolonganNya untuk meringankan hatiku yang terasa amat berat. Aku terlalu fokus dengan rasa kehilangan dan menyalahkan keadaan. Tidak lama dari "kesadaranku" yang mulai kembali, aku merasa aku belum benar-benar kembali. Ketika teman-teman dekatku disibukkan dengan pekerjaannya, ada yang sudah mulai menikah, ada yg melanjutkan hidup dengan kuliah lagi, ada yang memulai usaha baru, aku merasa aku masih berdiri di tempat semula. Tidak ada kemajuan. Dan tidak ada ibuk untuk teman cerita. Perasaan itu kembali lagi sampai-sampai ingin menghilang saja rasanya lalu hidup menjadi kucing. 

 Pada akhirnya, aku terus mencoba kembali kepadaNya. Tidak ada satu orangpun yang tahu, hanya aku dan Allah yang tahu apa yang selama ini aku rasakan. Di setiap doaku, di setiap akhir sholatku, aku selalu memohon ya Allah tolong kembalikan aku menjadi aku yang sebelumnya. Tolong, ringankan beban yang aku rasakan. Perlahan-lahan aku merasa kembali menjadi pribadi yang aku kenal sebelumnya. Perlahan-lahan aku merasa ibuk kembali tersenyum di ujung sana melihat aku yg kembali kepadaNya. 

Jika ada satu kesempatan untuk bertemu dan menanyakan satu pertanyaan, aku sangat ingin menanyakan langsung kabarnya. Apa kabar sekarang? Disana baik-baik saja kan? Keyakinanku cukup kuat, aku cukup yakin Allah ada disana untuk menjaganya. Selalu kupanjatkan doa agar ibukku berada di tempat yang nyaman dan dekat dengan Sang Pencipta. Dan aku yakin, Allah selalu punya rencana terbaiknya. 

 

    Blessed in He Whose hand is the kingdom, and He Who has power over all things, Who created death and life that He may try you. (Al Mulk 67:2) 

 


Comments

Popular posts from this blog

Cerita dari Mahakam: Mangu, Pesut, dan Senja

     Pagi itu langit terlihat sedikit mendung. Di dalam kamar, aku mengemasi barang-barang; memasukkan beberapa pasang baju dan dibalik pintu sepasang sandal tampak setia menunggu. Rencananya siang itu kami akan pergi ke Desa Pela. Ya, sebuah desa yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Desa ini membentang di sepanjang Sungai Mahakam, habitat alami pesut mahakam yang semakin langka.      Sebelum melanjutkan cerita perjalanan, izinkan aku sedikit menjelaskan tentang mamalia unik ini. Pesut Mahakam ( Orcaella brevirostris) merupakan lumba-lumba air tawar yang hidup di sungai tropis. Sejak tahun 2000, pesut mahakam berstatus critically endangered karena populasi pesut dewasa berjumlah kurang dari 50 individu. Pada awalnya pesut mahakam banyak ditemukan di sekitar Muara Pahu-Penyinggahan, Kabupaten Kutai Barat, namun mereka mulai bermigrasi ke daerah Muara Muntai, Pela, dan Muara Kaman akibat meningkatnya lalu lintas ponton batu bara serta alih fungsi la...

Mengenal Manusia

  Manusia. Satu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga, salah satu jenis makhluk hidup yang menempati planet nomor tiga di susunan tata surya Galaksi Bimasakti. Konon katanya manusia diciptakan dengan segala kesempurnaannya karena ia begitu dicintai oleh Sang Pencipta. Bahkan, di antara semua makhluk yang hidup di planet ini, hanya manusia yang diberikan akal dan perasaan olehNya.  Karena memiliki akal dan perasaan, makhluk ini pun menjadi beraneka ragam sifat dan karakternya. Ada yang hidup menjadi orang baik, ada yang menjadi orang jahat, ada yang sangat jahat (bahkan iblis yang bertugas menghasut manusia pun minder dengannya), dan lain-lain. Mengenal manusia juga tidak sesederhana   itu, hati manusia yang tersembunyi di dalam rongga perut sebelah kanannya tidak bisa dilihat langsung, makanya sulit sekali menebak perasaan makhluk ini. Begitu pula apa yang ada di dalam pikirannya. Otak dilindungi oleh suatu kerangka keras bernama tengkorak, kalau tidak dibuka, apa i...